Bantuan dan FAQ

Produsen

PermenLHK No.P.75/2019

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 Tahun 2019 (PermenLHK No.P.75/2019)

PermenLHK No.P.75/2019 adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen. Produsen perlu menyusun, mengumpulkan, dan melaksanakan peta jalan untuk mencapai target pengurangan sampah oleh Produsen sebesar 30% dibandingkan dengan jumlah timbulan sampah di tahun 2029.

Gambar Struktur

Penerbitan PermenLHK tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012, dimana disebutkan dalam:

a. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Pada pasal 15 disebutkan bahwa Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam 

b. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga 

Pada pasal 12 – 15 yang mengatur kewajiban apa saja yang harus dilaksanakan oleh produsen, menindaklanjuti mandat tersehut maka diterbitkan PermenLHK tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen yang mengatur lebih teknis mengenai kewajiban pengurangan sampah oleh produsen.

c. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, sebagai bagian dari pemenuhan target pengurangan sampah nasional.

d. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, yang mana KLHK diberikan tugas untuk menyelesaikan PermenLHK No.P.75/2019 sebagai bagian dari Rencana Aksi Penanganan Sampah Laut.

Tidak, penyusunan peraturan ini sebenarnya sudah dimulai sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012, namun mulai intensif dilaksanakan sejak tahun 2015. Bahkan, diskusi dan konsultasi dengan para produsen sudah mulai dilakukan sejak 2010. Dalam penyusunan peraturan ini Pemerintah tidak bekerja sendiri, selama proses penyusunan Pemerintah banyak diskusi dengan berbagai pihak termasuk diantara Produsen/Dunia Usaha, Kementerian/Lembaga dan Komunitas/Masyarakat, bahkan dalam rangka penyusunan peraturan ini Pemerintah telah melakukan serangkaian pilot project bersama salah satu produsen untuk mengukur kesiapan produsen untuk menjalan kewajiban pengurangan sampah.

Peraturan ini juga sudah melalui proses harmonisasi yang dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM sebagai pemenuhan persyaratan formal dalam penerbitan peraturan menteri.

Ya, produsen dilibatkan dalam penyusunan peraturan ini. Keterlibatan produsen juga diwujudkan melalui pelaksanaan proyek uji coba bersama salah satu produsen untuk mengevaluasi kemungkinan implementasi peraturan ini. Diskusi dan konsultasi mengenai tanggung jawab produsen dalam pengelolaan sampah dengan produsen sudah dimulai sejak 2010, sebelum diberlakukannya PP No. 81/2012.
Produsen yang dimaksud dalam peraturan ini adalah pelaku usaha yang memproduksi barang yang menggunakan kemasan, mendistribusikan barang yang menggunakan kemasan dan berasal dari impor, atau menjual barang dengan menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. 

Pada peraturan, produsen dimaksud merupakan pelaku usaha pada Sektor Manufaktur (Industri Makanan dan Minuman, Industri Barang Konsumsi/Consumer Goods, Industri kosmetik dan perawatan tubuh/Personal Care); Sektor Ritel (Toko Modern, Pusat Perbelanjaan dan Pasar); dan Sektor Industri Jasa Makanan dan Minuman (Hotel, Restoran, Café dan Jasa Catering).
Produsen memiliki kewajiban hukum terhadap produk dan sampah kemasan. Tanggung jawab produsen dimulai saat produk diproduksi (khusus manufaktur), beredar di pasar nasional, selesai dikonsumsi, sampai dikelola sisa sampah kemasannya).
PermenLHK No.P.75/2019 memandatkan produsen untuk menyusun dan mengimplementasikan peta jalan pengurangan sampah.
Peta Jalan Pengurangan Sampah merupakan Perencanaan Pengurangan Sampah yang dilakukan oleh Produsen secara bertahap selama periode 2020-2029 yang memuat target pengurangan dan rencana aksi dalam rangka mencapai target pengurangan sampah sebesar 30% pada tahun 2029 melalui upaya pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah melalui penarikan kembali, dan pemanfaatan kembali sampah dengan mendorong pengembangan inovasi proses pembuatan dan distribusi produk, wadah dan kemasan serta pemberian jasa pada proses bisnisnya yang terintegrasi dari hulu ke hilir secara bertanggung jawab dengan menerapkan prinsip ekonomi sirkular. 
Ya, Produsen yang dikenakan kewajiban dalam peraturan ini wajib membuat peta jalan pengurangan sampah dalam bentuk dokumen perencanaan peta jalan pengurangan sampah sesuai format yang tercantum pada Lampiran II PermenLHK No.P.75/2019 dan simulasi penyusunan dokumen perencanaan peta jalan pengurangan sampah yang sudah diterbitkan.
Selain karena sifatnya yang mandatory, penerapan pengurangan sampah oleh Produsen dapat berkontribusi terhadap pencapaian target SDGs khususnya nomor 12 "Responsible Consumption and Production" bagi Produsen yang sudah memedulikan target dan pencapaian SDGs.

Pelaksanaan peraturan ini juga membuka jalan dan peluang bagi Produsen untuk membangun bisnis yang bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup, yaitu bisnis berkelanjutan yang menyelaraskan antara Profit dengan People dan Planet karena di masa yang akan datang hanya bisnis berkelanjutan (sustainable business)  yang akan bertumbuh dan bertahan sehingga tidak akan lagi menjadi pilihan melainkan kebutuhan. 

Lebih lanjut penerapan pengurangan sampah yang dilakukan oleh Produsen akan berkontribusi terhadap perubahan perilaku konsumsi konsumen/masyarakat secara berkelanjutan guna mewujudkan target responsible consumption Indonesia dan membuka peluang bisnis baru dalam ekosistem ekonomi sirkuler seperti bisnis reuse/refill dan toko curah, bisnis jasa pengumpulan dan pengangkutan sampah terpilah (sorted waste collection), jasa penarikan kembali sampah (skema take-back), dan bisnis daur ulang.
Pelaksanaan PermenLHK No.P.75/2019 dapat mendukung perusahaan untuk mendapatkan Logo Ekolabel yang hak ciptanya dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Logo Ekolabel menyatakan bahwa sebuah produk tertentu telah memenuhi aspek lingkungan meliputi perolehan bahan baku atau sumber daya alam, proses produksi, distribusi, penggunaan, dan/atau pembuangan sisa suatu produk.

Produsen dapat membuat klaim lingkungan untuk keseluruhan produk atau hanya untuk satu komponen produk, atau kemasannya saja atau untuk satu elemen dari suatu jasa yang nantinya akan diverifikasi oleh lembaga yang telah ditetapkan. Di antara klaim yang dapat dibuat oleh produsen untuk produk/kemasan nya adalah apabila produk/kemasan tersebut dapat menjadi kompos, dapat terdegradasi, dapat didaur ulang, dan memiliki kandungan konten daur ulang.

Jenis logo Ekolabel dibedakan sesuai dengan kategori produk: Ekolabel Tipe I (kertas), yang dikeluarkan lembaga sertifikasi ekolabel (yang diakui KLHK), serta Ekolabel Tipe II (plastik), yang bersifat swa-deklarasi oleh produsen berdasarkan SNI ISO 14021:2017.
Peraturan ini mengatur ketentuan terkait pengawasan kosmetik isi ulang (cosmetic refilling). Jenis kosmetik isi ulang yang dimaksud terdiri dari sabun mandi (cair), sabun mandi antiseptik (cair), sabun cuci tangan (cair), sampo, sampo ketombe, dan kondisioner; sehingga sejalan dengan pelaksanaan R1 (reuse) dari PermenLHK No.P.75/2019. Kedepannya, produk jenis lainnya juga dapat ditambahkan di dalam skema ini, termasuk produk kosmetik lainnya dan juga pangan olahan.
Sertifikasi SNI CHSE adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha pariwisata, usaha/fasilitas lain terkait pariwisata, serta destinasi pariwisata yang memenuhi standar SNI 9042:2021 yang telah ditetapkan dalam penilaian Sertifikasi SNI CHSE. Di antara usaha/fasilitas yang dapat diberikan SNI CHSE adalah restoran/rumah makan dan hotel.

Setiap jenis usaha/fasilitas memiliki kriteria penilaian yang berbeda-beda. Namun salah satu kriteria yang dinilai dalam SNI ini adalah terkait fasilitas/sarana kebersihan. Contohnya adalah tersedianya tempat sampah di seluruh area dalam kondisi tertutup dan jumlah yang cukup, dibersihkan sesuai jadwal, sampah dipilah sesuai jenisnya, serta diangkut secara berkala selama 1 kali dalam 24 jam. KLHK sudah mengusungkan agar penerapan PermenLHK No.P.75/2019 ke dalam kriteria SNI CHSE.
1. Sektor Manufaktur: pelaku usaha yang memproduksi barang yang menggunakan kemasan, mendistribusikan barang yang menggunakan kemasan termasuk produk berkemasan yang berasal dari impor. Produsen dimaksud merupakan pelaku usaha pada Industri Makanan dan Minuman, Industri Barang Konsumsi/Consumer Goods, Industri kosmetik dan perawatan tubuh/Personal Care. 

2. Sektor Ritel: pelaku usaha yang mendistribusikan atau menjual barang yang menggunakan kemasan termasuk produk berkemasan yang berasal dari impor dan menjual barang dengan menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam seperti penggunaan kantong belanja plastik sekali pakai. Produsen dimaksud antara lain pelaku usaha pada Toko Modern, Pusat Perbelanjaan dan Pasar. 

3. Sektor Industri Jasa Makanan dan Minuman: pelaku usaha yang menjual servisnya dengan menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam seperti penggunaan kantong belanja plastik sekali pakai, wadah makan minum sekali pakai termasuk produk sekali pakai seperti sedotan plastik serta menjual barang yang menggunakan kemasan termasuk produk berkemasan yang berasal dari impor. Produsen dimaksud antara lain pelaku usaha pada Hotel, Restoran, Café dan Jasa Catering.
Produsen dapat membuat 1 akun dan mengkategorikan diri dengan sektor utama dari operasinya, namun jika produsen (ritel dan jasa makanan dan minuman) memiliki merek dagang sendiri, produsen tetap harus melakukan kegiatan pengurangan sampah melalui pembatasan timbulan sampah (R1), pendauran ulangan sampah melalui penarikan kembali (R2), dan pemanfaatan kembali sampah melalui penggunaan ulang (R3). Contoh: Toko modern A sebagai usaha retail yang menjual produk dengan merek dagang sendiri dan merek dagang lain, maka toko tersebut memiliki kewajiban untuk melakukan R1, R2, dan R3 atas produk merek sendiri, selain berkewajiban untuk membatasi penggunaan kantong belanja plastik.
Sampah adalah sisa kegiatan manusia/alam yang berbentuk padat.

Pengurangan sampah yang dimaksud pada PermenLHK No.P.75/2019 (pasal 4) menyatakan bahwa pengurangan sampah meliputi produk, kemasan produk, dan/atau wadah yang sulit diurai oleh proses alam; tidak dapat didaur ulang; dan/atau tidak dapat diguna ulang, termasuk paska konsumsi dari pengunaan produk, kemasan produk, dan/atau wadah tersebut. 

Setiap produk, kemasan produk, dan/atau wadah yang berpontensi sebagai timbulan sampah, terlepas dari tingkat potensi daur ulang, perlu dicantumkan di dalam data baseline peta jalan pengurangan sampah.
Ya, hanya ada 4 jenis sampah Produk, Wadah dan/atau Kemasan yang diatur dalam PermenLHK No.P.75/2019, namun demikian produsen diminta untuk mencantumkan setiap jenis Produk, Wadah dan/atau Kemasan berikut bahan materialnya yang berpotensi menimbulkan sampah di dalam peta jalan pengurangan sampah.
Produsen diminta untuk mengidentifikasi properti kemasannya berdasarkan kemasan primer, sekunder, dan tersier. 

Peta jalan pengurangan sampah produsen wajib mencantumkan rencana untuk seluruh lapisan kemasan, namun implementasi pengurangan sampah sebesar 30% yang harus dicapai produsen per tahun 2030 dapat secara bertahap dengan memprioritaskan kemasan primer sebagai persoalan sampah yang utama, kemudian baru kemasan sekunder dan tersier.
Target pengurangan sampah 30% dari produsen dilihat dari akumulasi sampah primer, sekunder, dan tersier namun diharapkan untuk memprioritaskan pengurangan sampah primer karena sampah primer merupakan persoalan sampah yang utama.
Target pengurangan sampah sebesar 30% pada akhir tahun 2029 dihitung berdasarkan proyeksi total timbulan sampah dari semua SKU produk, wadah, dan kemasan yang dihasilkan atau digunakan produsen pada tahun tersebut. Misalnya, jika proyeksinya adalah 1.000 ton sampah di tahun 2029, maka target pengurangan adalah sekitar 300 ton (30% dari 1.000 ton).
Tidak. Pengurangan sampah pada PermenLHK No.P.75/2019 hanya mencakup jenis sampah produk, wadah dan/atau kemasan yang didistribusikan dan/atau dikonsumsi, termasuk sampah yang dihasilkan dari produk retur atau kedaluwarsa. Terkait produk reject yang masih berada di pabrik, dikategorikan sebagai limbah Non B3 yang juga wajib untuk dikelola.
Ya. Pengurangan sampah pada PermenLHK No.P.75/2019 mencakup jenis sampah produk, wadah dan/atau kemasan yang didistribusikan dan/atau dikonsumsi, termasuk sampah yang dihasilkan dari produk retur atau kedaluwarsa. 
Ya. Pengurangan sampah pada PermenLHK No.P.75/2019 mencakup jenis sampah produk, wadah dan/atau kemasan yang didistribusikan dan/atau dikonsumsi, termasuk sampah yang dihasilkan dari produk retur atau kedaluwarsa. 
Dalam menetapkan baseline timbulan sampah, produsen diminta untuk mengidentifikasi potensi timbulan sampah dari setiap produk dengan melaporkan data SKU produk seperti nama, jenis, material kemasan, dan berat kemasan. Identifikasi ini memudahkan produsen untuk merancang strategi pengurangan sampah, termasuk potensi redesain kemasan. Jika produsen memiliki banyak SKU, mereka dapat menetapkan prioritas atau melakukan clustering berdasarkan rasa atau ukuran yang serupa.
(1). Membaca PermenLHK No.P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen; 
(2). Mengajukan permohonan untuk memperoleh diseminasi mengenai materi PermenLHK No.P.75/2019; 
(3). Mengajukan permohonan registrasi akun pada aplikasi kinerja produsen; 
(4). Mengajukan permohonan pendampingan penyusunan dokumen peta jalan pengurangan sampah. 
(5) Memahami tanggung jawab produsen sebagaimana diamanatkan dalam PermenLHK No.P.75/2019 dan memahami tata cara penyusunan dokumen peta jalan yang dapat dibaca pada Panduan Penyusunan Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen; 
(6).Memahami cara pengisian peta jalan pada aplikasi;  
(7). Menyiapkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyusun dokumen peta jalan; 
(8). Melengkapi Dokumen Peta Jalan Pengurangan Sampah pada aplikasi; 
(9). Memeriksa kembali Dokumen Peta Jalan dan finalisasi; 
(10). Menyampaikan Dokumen Peta Jalan Pengurangan Sampah melalui aplikasi kepada KLHK.
1. Identitas perusahaan
a. Nama perusahaan
b. Alamat perusahaan
c. Penanggung jawab kegiatan
d. Contact person/narahubung

2. Profil usaha
a. Bidang usaha
b. Struktur organisasi
c. Visi dan misi badan usaha
d. Kebijakan dan program pengelolaan sampah

3. Rencana pengurangan sampah
a. Penanggung jawab kegiatan
b. Baseline timbulan sampah
c. Penentuan cara pengurangan sampah
d. Penentuan target dan waktu pencapaian
e. Rencana pelaksanaan KIE
f. Rencana uji coba pengurangan sampah

Tata cara penyusunan dokumen dan contoh dokumen dapat dilihat pada Panduan Penyusunan Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen pada tautan berikut : https://bit.ly/TemplateP75
Brand-owner wajib menyusun dokumen peta jalan pengurangan sampah dan melaporkan capaian pengurangan sampahnya. Adapun bagi produsen yang memiliki beberapa anak perusahaan (Group), peta jalan pengurangan sampah dapat disampaikan oleh anak perusahaan, dengan menyampaikan informasi bahwa anak perusahaan tersebut adalah anak perusahaan dari induk perusahaan/Group. Contoh PT. A merupakan anggota Group X, maka PT. A menyampaikan peta jalannya dan menginformasikan bahwa perusahaan tersebut anggota Group X (X Group - PT. A), hal ini akan memudahkan Produsen untuk menyusun rencana pengurangan sampahnya dan melaporkan capian pengurangan sampahnya untuk dikompilasi sebagai capaian induk perusahaan. 
Tidak, namun disarankan agar tim pelaksana pengurangan sampah memiliki personil lintas divisi seperti bagian Lingkungan, Operasional, R&D, Marketing, Keuangan, Hubungan Pemerintah dan Hubungan Masyarakat. Selain itu diharapkan ada Surat Penugasan bagi personil berikut uraian tugas dari tim pengurangan sampah.
Ya, pada Peta Jalan Pengurangan Sampah terdapat beberapa lampiran berupa dokumen yang perlu ditandatangani oleh Pimpinan Perusahaan sebagai bentuk komitmen top manajemen dalam pelaksanaan pengurangan sampah.
Tidak ada, Alokasi pendanaan untuk implementasi peta jalan pengurangan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing Produsen. Produsen memiliki fleksibilitas dalam memilih cara pengurangan sampah, yang berdampak pada alokasi pendanaan. Peta jalan ini bertujuan membantu produsen merencanakan strategi pengurangan sampah jangka panjang, memberi keleluasan untuk riset dan pilot project sebelum tahap implementasi.
1. Menyampaikan surat permohonan pembuatan akun kepada Direktur Pengurangan Sampah, KLHK, dengan menyampaikan nama dan identitas/kontak penanggung jawab kegiatan pengurangan sampah melalui email: pengurangansampah@menlhk.go.id 
2. Melalui Kontak Person pada Direktorat Pengurangan Sampah, KLHK. 
Produsen melalui Penanggung Jawab Kegiatan atau Tim Pengurangan Sampah Perusahaan dapat menghubungi Kontak Person pada Direktorat Pengurangan Sampah, KLHK atau melalui email: pengurangansampah@menlhk.go.id
Ya. Produsen dapat mengajukan permohonan konsultasi atau permohonan sesi coaching clinic kepada KLHK dengan menghubungi Kontak Person pada Direktorat Pengurangan Sampah, KLHK atau melalui email: pengurangansampah@menlhk.go.id
Jika Produsen akan melakukan perubahan, sampaikan informasi ini dengan menghubungi Kontak Person pada Direktorat Pengurangan Sampah, KLHK atau melalui email: pengurangansampah@menlhk.go.id karena akan berkaitan dengan status Peta Jalan dalam aplikasi, yakni memastikan apakah peta jalan pada aplikasi sedang direviu. Jika peta jalan sudah di-submit melalui aplikasi, Produsen harus meminta Admin Aplikasi agar penyusunan akses peta jalan pengurangan sampah dikembalikan.
KLHK menyediakan konsultasi dan coaching clinic penerapan PermenLHK No.P.75/2019 bagi Produsen yang memerlukan. Selain itu KLHK memfasilitasi Penerapan PermenLHK No.P.75/2019 kepada Produsen, fasilitasi dimaksud dapat berupa pendampingan KLHK dengan pihak-pihak yang menjadi mitra Produsen seperti Pemerintah Daerah, Waste Collector (Bank Sampah, Asosiasi, PDU, TPS3R, Sociopreuneur, dll), Industri daur ulang. Misalnya dalam pelaksanaan Pilot Project Penerapan PermenLHK No.P.75/2019, Pengumpulan dan Penarikan Kembali Sampah Kemasan (take back), pelaksanaan Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pengurangan Sampah kepada Masyarakat atau Konsumen, dll. 
Lihat dokumen referensi dan template untuk menyusun peta jalan: https://bit.ly/TemplateP75 
KLHK sedang menyusun website terkait dengan jumlah produsen yang telah mengumpulkan serta best practices dari berbagai produsen.
Langkah-langkah penentuan data baseline dalam peta jalan pengurangan sampah:
1. Produsen membuat list dari produk yang dimiliki oleh perusahaan serta kategorisasi dari produk tersebut (contoh: Air Minum A dengan kemasan PET 330 ml; Air Minum B dengan kemasan PET 650 ml, dst)
2. Produsen mengidentifikasi jenis, bahan/material dan berat kemasan dari setiap item tersebut (contoh: 1 botol memiliki beberapa komponen seperti botol plastik PET - berat 8 gr, label plastik PVC - berat 0,5 gram, tutup botol plastik PP  - berat 2 gr). Catatan: untuk Produk dengan brand sama, jenis material kemasan dan ukuran yang sama namun beda varian dapat dijadikan satu kategori.
3. Selanjutnya untuk mengukur potensi timbulan sampah/baseline, Produsen dapat mengalikan jumlah produk yang dihasilkan dalam satu tahun dengan berat masing-masing kemasan yang sudah diidentifikasi sehingga diperoleh nilai potensi timbulan sampahnya yang disampaikan dalam Ton pada tahun yang ditentukan. Untuk memudahkan dapat melihat panduan penyusunan Peta Jalan Pengurangan Sampah pada Bagian Simulasi.
4. Produsen dapat melakukan proyeksi sampai tahun 2029 dan mengambil 30% dari timbulan sampah kemasan di tahun 2029 sebagai data baseline.

Ya. Penyusunan baseline bertujuan mengidentifikasi potensi timbulan sampah per material dari setiap Produk, Wadah, dan/atau kemasan. Pemisahan jenis kemasan berdasarkan material penting untuk penghitungan baseline, karena membantu Produsen mengidentifikasi langkah-langkah pengurangan sampah yang akan diambil.

Mengingat peta jalan pengurangan sampah oleh produsen dilaksanakan pada periode 2020-2029, maka baseline jumlah timbulan sampah barang, kemasan barang, dan wadah berdasarkan pada jumlah produksi yang terserap pasar dan retour pada 2020. Data baseline 2020 tersebut adalah data faktual bukan estimasi. Untuk data 2021 sampai dengan 2029 menggunakan data proyeksi jumlah produksi yang terserap pasar dan retour. Jika penyusunan dokumen perencanaan peta jalan pengurangan sampah dilakukan pada 2021, 2022 atau 2023, maka data jumlah produksi yang terserap pasar dan retour harus data faktual 2021, 2022, atau 2023.
Dalam pelaksanaan peraturan, Produsen diwajibkan melaporkan semua jenis produk, wadah, dan/atau kemasan yang berpotensi menjadi timbulan sampah. Namun Produsen dapat melakukan prioritisasi dan memulai dari barang dan kemasan barang yang lebih mudah terlebih dahulu.
Ya. Tetap harus dimasukkan, karena kemasan tersebut tetap digunakan dan berpotensi menjadi sampah, sehingga terhadap jenis kemasan ini wajib untuk ditarik dan dikumpulkan kembali untuk didaur ulang atau diguna ulang.

Produsen dapat melakukan prioritisasi, memulai dari produk dan kemasan produk yang lebih mudah, serta melakukan penyusunan dokumen secara bertahap.

Secara prinsip Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam, dengan demikian Produsen wajib melakukan upaya agar sampah yang berasal dari produk, wadah dan/atau kemasan yang dihasilkan tidak terbuang ke lingkungan. Dalam PermenLHK No.P.75/2019, Produsen pada sektor Manufaktur, Ritel dan Jasa Makanan dan Minuman wajib melakukan pengurangan sampah yang berasal dari Produk, Wadah dan/atau Kemasan melalui pendekatan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) yaitu dengan cara:
1. Pembatasan timbulan sampah (R1) dengan cara melakukan redesain wadah/kemasannya agar mudah dikumpulkan untuk diguna ulang, mudah terurai,  dan mudah didaur ulang menjadi bahan baku produk dan kemasan produk serta menjual produk/jasa tanpa kemasan/wadah (refill systems). R1 juga dilakukan dengan melakukan pembatasan penggunaan (phase out) beberapa produk dan kemasan produk.
2. Pendauran Ulang (R2) dengan cara menarik dan mengumpulkan kembali sampah kemasan paska konsumsi untuk didaur ulang.
3. Pemanfaatan Kembali (R3) dengan cara menarik dan mengumpulkan kembali kemasan guna ulang untuk dimanfaatkan kembali. 

Target 30% pengurangan sampah didapatkan dari akumulasi kegiatan pengurangan R1, R2, dan R3.
R1 adalah upaya produsen untuk membatasi timbulan sampah. Secara sederhana adalah bagaimana upaya Produsen tidak lagi menghasilkan sampah dari penggunaan Produk, wadah dan/atau kemasan yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. 

Upaya ini dapat dilakukan dengan cara antara lain: 
(1) melarang penggunaan jenis produk, wadah dan/atau kemasan tertentu, misalnya tidak lagi menyedikan sedotan plastik / kantong plastik atau menghilangkan sedotan plastik pada kemasan minuman karton; 
(2) melakukan desain ulang kemasan untuk mengurangi penggunaan virgin material seperti pengurangan berat kemasan, menggunakan bahan yang mudah terurai, atau mengganti label kemasan dengan emboss
(3) menerapkan penjualan sistem curah atau isi ulang

Upaya pengurangan R1 dapat dilihat dilihat pada Lampiran I.B. pada PermenLHK No.P.75/2019.
R2 adalah upaya produsen untuk melakukan pendauran ulang sampah. Pendauran ulang dilaksanakan dalam rangka memperpanjang masa pakai suatu material agar tidak dibuang ke lingkungan dengan cara mengubah material sampah menjadi material baru/serupa yang dapat dimanfaatkan, seperti rPET serta daur ulang close loop maupun open loop. Pelaksanaan Pendauran ulang juga meliputi penggunaan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang dan menggunakan bahan baku produksi hasil daur ulang. Hal yang perlu ditekankan adalah dalam pelaksanaan pendauran ulang wajib disertai upaya penarikan dan pengumpulan kembali sampah, adapun dalam pelaksanaannya Produsen dapat bekerja sama dengan mitra pengumpul sampah atau mitra pendaur ulang/industri daur ulang.  

Upaya pengurangan R2 dapat dilihat dilihat pada Lampiran I.B. pada PermenLHK No.P.75/2019.
R3 adalah upaya produsen untuk pemanfaatan kembali sampah/produk, wadah dan/atau kemasan paska konsumsi, pemanfaatan kembali dilaksanakan dalam rangka memperpanjang masa pakai suatu material agar tidak dibuang ke lingkungan dengan cara menggunakan ulang dengan fungsi yang sama. Hal yang perlu ditekankan adalah dalam pelaksanaan pemanfaatan kembali wajib disertai upaya penarikan dan pengumpulan kembali sampah atau menggunakan reverse logistic, adapun dalam pelaksanaannya Produsen dapat bekerja sama dengan mitra pengumpul sampah

Upaya pengurangan R3 dapat dilihat dilihat pada Lampiran I.B. pada PermenLHK No.P.75/2019.
Kewajiban pengurangan sampah mencakup R1, R2, dan R3. Penentuan cara pengurangan sampah harus mempertimbangkan ketiga metode ini, disesuaikan dengan jenis produk, wadah, dan/atau kemasan untuk menentukan apakah R1, R2, dan R3 dapat diterapkan. Produsen dapat mengombinasikan beberapa cara, contohnya dengan menerapkan pengurangan (R1) dan pengumpulan kembali (R2) pada jenis kemasan botol PET, namun penggunaan kembali (R3) tidak mungkin karena desain kemasan ini bersifat sekali pakai.
Ya. Perusahaan diharapkan untuk melakukan upaya pengumpulan dan penarikan kembali sampah produk, wadah dan/atau kemasan (take back) secara spesifik per brand, memperhatikan kewajiban pengurangan sampah melekat pada brand-owner. 

Namun demikian, jika pada prakteknya Produsen masih belum bisa melakukan hal tersebut, Produsen dapat melakukan take-back dengan metode sampling dan membandingkannya dengan data market share. Secara sederhana, Produsen dapat mengambil sampel sebanyak 100 kg sampah jenis kemasan HDPE yang telah dikumpulkan untuk kemudian diidentifikasi brand dan nama perusahaan dari kemasan yang terkumpul, untuk mengetahui berapa persen sampah kemasan yang telah dikumpulkan oleh Produsen. Contoh: dalam 100 kg sampah HDPE, terdapat 10% atau 10 kg produk A. Untuk membantu Produsen melakukan takeback sesuai ketentuan, kami sarankan agar Produsen membuat kontrak kerjasama dengan mitra pengumpul dan daur ulangnya.
Ya. Proses daur ulang secara open loop termasuk ke dalam upaya R2 dalam pengurangan sampah.
Tidak. Waste to energy (WtE) tidak termasuk ke dalam upaya pengurangan sampah dalam capaian peta jalan produsen, karena hilangnya material awal dalam proses WtE. WtE dapat dilakukan sebagai upaya produsen dalam menangani jenis produk, wadah dan/atau kemasan yang sifatnya tidak dapat diguna ulang atau didaur ulang atau masuk katergori residu. Penanganan residu masuk dalam laporan pengurangan sampah secara kualitatif sebagai tanggung jawab Produsen untuk menghindari residu terbuang ke lingkungan, namun tidak dapat menjadi capaian R1, R2, maupun R3. Penanganan residu dapat diperhitungkan sebagai bentuk tanggung jawab dan kinerja produsen.
Pengurangan sampah 30% dihitung dari jumlah produksi barang, kemasan barang, dan/ wadah yang terserap pasar dan retour pada 2029. Jika, misalnya, jumlah produksi barang, kemasan barang, dan/ wadah yang terserap pasar dan retour pada 2029 sebesar 100 ton, maka produsen harus melakukan pengurangan sebesar 30 ton melalui kegiatan R1, R2, dan R3. Produsen diberikan kebebasan menentukan target pengurangan sampah tahunan dari 2020-2028, yang penting target 30% pada 2029 bisa dicapai.
Produsen dapat melakukan perhitungan upaya R1 melalui:
(1). Redesain kemasan. Contoh: penghilangan penggunaan label berbahan PVC dengan berat 1 gram/botol, berdampak terhadap pengurangan penggunaan virgin plastik dan pengurangan timbulan sampah plastik PVC sebesar 1 gram/botol). Penghitungan akumulasi dapat dikalikan dengan jumlah botol yang tidak lagi menggunakan label plastik); 
(2). Pengurangan berat kemasan botol PET. Misalnya semula 1 botol adalah 30 gram menjadi 25 gram, berdampak terhadap pengurangan penggunaan virgin plastik dan pengurangan timbulan sampah plastik PET sebesar 5 gram/botol). Penghitungan akumulasi dapat dikalikan dengan jumlah botol yang dengan berat kemasan yang sudah dikurangi); 
(3). Penggunaan sistem curah. Contoh: 1.000 botol HDPE berukuran 200 ml (berat @40 gram)  sudah tidak digunakan karena penjualannya diganti dengan cara isi ulang, maka pengurangannya adalah 1.000 botol dikalikan dengan 40 gram. Untuk penjualan sistem isi ulang, jika penggunaannya diganti dengan kemasan bulky maka penggunaan jerigen harus dimasukkan ke dalam baseline; 
Contoh untuk Sektor Ritel dengan cara pelarangan penggunaan kantong sekali pakai, yakni dengan tidak menyediakan kantong belanja plastik. Pengurangan dapat dihitung dengan menghilangkan penggunaan kantong belanja timbulan plastik yang artinya akan berdampak pada pengurangan baseline timbulan sampah plastik atau dengan menghitung jumlah transaksi belanja tanpa menggunakan kantong belanja plastik. 
Produsen dapat melakukan perhitungan upaya R2 melalui:
(1). Pengunaan konten daur ulang. Contoh: perhitungan didapatkan dari jumlah sampah yang dikumpulkan kembali dan dijadikan bahan baku kemasan baru
(2). Pengumpulan dan pendauran ulang sampah kemasan. Contoh: pada tahun 2025, produsen berhasil melakukan 50% pengumpulan dan pendauran ulang sampah kemasan.
Dalam konteks pengurangan sampah dengan cara R3, pengurangan dilakukan dengan cara:
(1). Menggunakan bahan baku produksi yang dapat diguna ulang yang wajib disertai dengan upaya penarikan kembali. 

Contoh penggunaan galon atau botol kaca. Untuk menghitung capaian R3, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyusun baseline potensi timbulan sampah, memetakan distribusi penggunaan kemasan galon/botol, untuk menghitung tingkat penggunaannya kembali sehingga jika galon/botol kaca yang ditarik kembali adalah 75% dari total yang diedarkan maka jumlah pengurangan sampahnya adalah 75% dikalikan baseline potensi timbulan sampah. Secara sederhana 1 galon (@200 gram), maka jika ada dari 1.000 galon yang diedarkan kemudian yang berhasil ditarik kembali untuk diguna ulang sebesar 75% atau sekitar 750 galon, maka pengurangan sampahnya adalah (750 x 200 gr) atau sekitar 150 kg.

(2). Redesain kemasan yang menggunakan wadah yang dapat diguna ulang. Contoh: mengubah botol plastik sekali pakai menjadi galon di tahun berikutnya. 
Catatan: 
1. Produsen tetap harus memasukan kemasan galon ke dalam peta jalan di tahun selanjutnya
2. Produsen harus menghitung berapa kali kemasan guna ulang dapat digunakan untuk menghitung capaian pengurangan sampah dari upaya R3 (contoh: galon yang dapat digunakan kembali selama lima tahun dapat diartikan selama 5 tahun tidak menggunakan plastik virgin. Namun produsen juga harus membagi capaian tersebut dalam jangka 5 tahun)
Perhitungan R2, dihitung berdasarkan jumlah sampah produk, wadah dan/kemasan yang berhasil dikumpulkan dan ditarik kembali dikurangi residu pelaksanaan pengumpulan dan didikirim ke Industri daur ulang. Perhitungan jumlah yang didaur ulang adalah jumlah material daur ulang dikurangi residu (pretreatment process) sebelum material daur ulang diproses. 

Secara sederhana jumlah penarikan kembali/Take Back (B) = A-R1 , sementara jumlah yang didaur ulang (C) = B-R2. Contoh: Jumlah sampah kemasan botol PET yang berhasil dikumpulkan adalah 40 ton (A), kemudian dilaksanakan pemilahan lebih detail diperoleh residu sebesar 1 ton (R1), maka jumlah sampah kemasan yang berhasil ditarik kembali (B) adalah 39 ton (A-R1). Sampah kemasan yang siap menjadi material daur ulang (B) dikirim ke Industri daur ulang kemudian dipilah lebih lanjut/pretreatment dan diperoleh residu sebesar 0,5 ton (R2), dengan demikian jumlah material daur ulang/Sampah kemasan yang didaur ulang (C) adalah 38,5 ton (B-R2).
Hal utama yang diperlukan Produsen untuk menghitung timbulan sampah pertahunnya adalah dengan mengidentifikasi potensi timbulan sampah yang berasal dari produk, wadah dan/atau kemasan yang digunakan atau dihasilkan yakni dengan menyusun Baseline timbulan sampah sebagaimana poin 3.1.1. 

Penghitungan timbulan sampah dapat dilakukan dengan mengaplikasikan proyeksi tingkat pertumbuhan yang dimiliki oleh setiap produsen. Sebagai contoh, jika seorang produsen memiliki target peningkatan penjualan sebesar 30% setiap tahun, maka produsen tersebut dapat menyertakan data dasar tingkat pertumbuhan sebesar 30% pada setiap tahun hingga tahun 2029.
Recycling rate merupakan jumlah sampah yang berhasil dikumpulkan, ditarik kembali, dan didaur ulang oleh produsen. Untuk memperoleh Recycling Rate, Produsen dapat membandingkan jumlah sampah produk, wadah dan/atau kemasan yang berhasil didaur ulang dengan baseline timbulan sampah. 
Untuk mengukur proyeksi timbulan sampah dapat dihitung berdasarkan proyeksi growth rate produksi. Produsen dapat menentukan sendiri growth rate produksi tahunannya didasarkan kepada estimasi/proyeksi atau didasarkan kepada riwayat data growth rate pada tahun sebelumnya. Sebagai contoh, jika produsen memiliki target peningkatan penjualan sebesar 10% setiap tahunnya, maka jumlah potensi timbukan sampahnya meningkat sebesar 10% di setiap tahunnya hingga tahun 2029. Hal yang perlu dipahami adalah setiap tahunnya Produsen akan diminta menghitung realisasi produksi dan penjualan Produknya sebagai bahan untuk melaporkan data timbulan sampah aktual untuk dibandingkan dengan capaian pengurangan sampahnya. 
Hal yang perlu diperhatikan adalah informasi pada SKU digunakan sebagai bahan penyusunan baseline timbulan sampah. Jika seandainya ada perubahan pada produk (misalnya perubahan kemasan produk akibat adanya upaya pengurangan sampah misalnya redesain kemasan) maka informasi SKU terbaru dimasukkan sebagai baseline pada tahun pelaksanaan pengurangan sampah, adapun data pada SKU lama bisa dihilangkan jika memang produk dengan SKU tersebut sudah tidak diproduksi lagi. Misal pada tahun 2023, Produk minuman dengan Botol PET SKU 1 sudah tidak diproduksi lagi dan diganti dengan Produk minuman dengan Botol PET SKU 2 yang sudah dihilangkan labelnya, maka pada data timbulan sampah, hanya produk SKU 2 saja yang dimasukkan. 
Produsen dapat menyiapkan media KIE sebagai berikut:
(1). Memberikan informasi terkait dengan kategori dan bahan material dari produk, wadah dan/atau kemasan 
(2). Informasi mengenai upaya pengurangan sampah yang telah dilakukan oleh Produsen, misalnya mulai dari kegiatan redesain kemasan, pengumpulan dan penarikan kembali sampah produk, wadah dan/atau kemasan yang dihasilkan untuk didaur ulang atau menginformasikan proses daur ulang dan/atau guna ulang yang sudah dilakukan.
(3). Informasi dan himbauan untuk memilah dan mengumpulkan kembali sampah. Himbauan untuk menjalankan gaya hidup dan memilih produk yang minim sampah dari produk, wadah dan/atau kemasan kepada Produsen melalui fasilitas pengumpulan yang disediakan atau kepada waste collactor/mitra yang ditunjuk oleh Produsen
(4). Informasi dan himbauan untuk mendorong pengurangan sampah produk, wadah dan/atau kemasan atau melalui edukasi gaya hidup minim sampah kepada masyarakat

Informasi selengkapnya dapat dlihat pada Lampiran III atau pada bagian simulasi Panduan Penyusunan Dokumen Peta Jalan Pengurangan Sampah.
Pihak manapun yang dirasa tepat oleh produsen. Produsen bisa melakukannya sendiri atau berkolaborasi dengan mitra edukator yang berasal dari Pemerintah Daerah, Bank Sampah, Komunitas atau NGO hingga akademisi selain itu media digital dapat dimanfaatkan. 

Produsen disarankan mengukur keberhasilan dari upaya edukasi tersebut. Misalnya dengan menghitung jumlah kegiatan KIE yang telah dilakukan, menghitung jumlah lokasi pelaksanaan KIE, mengitung berapa jumlah orang yang yang memperoleh edukasi tersebut, dll.
Selain melakukan edukasi secara terus menerus, KLHK juga siap memberikan dukungan kepada Produsen melalui fasilitasi kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat/konsumen. Fasilitasi yang dimaksud, misalnya KLHK hadir dalam acara kampanye pengurangan sampah yang diselenggarakan oleh Produsen, memfasiltasi edukasi pengurangan sampah di daerah tertentu bersama Pemerintah Daerah terkait, dll. Hal yang perlu diperhatikan adalah Pemerintah akan memberikan fasilitasi kepada Produsen yang telah menyampaikan dokumen peta jalan pengurangan sampah yang merupakan bagian dari penaatan produsen kepada pelaksanaan PermenLHK No.P.75/2019.
Dalam uji coba pengurangan sampah, Produsen disarankan untuk fokus pada dua kegiatan utama: penarikan kembali sampah untuk didaur ulang dan/atau dimanfaatkan, serta pelaksanaan uji coba rencana KIE. Kedua kegiatan ini krusial untuk mencapai target pengurangan sampah sebesar 30% pada akhir tahun 2029. Produsen dapat menentukan metode uji coba secara mandiri, dengan memperhatikan rincian kegiatan, timeline, dan lokasi. Riset, seperti melihat market share produk utama, dapat membantu dalam menentukan lokasi pelaksanaan dan mengidentifikasi mitra pengumpul (waste collector).
Ya. Produsen dapat bekerja sama dengan pihak ketiga seperti Bank Sampah, Asosiasi, Pelaku Daur Ulang, TPS3R, Sociopreuneur, dll sebagai mitra pengumpul (waste collector) atau berkolaborasi dengan industri, Asosiasi, Pemerintah Daerah, Bank Sampah, Komunitas, NGO, dan akademisi sebagai mitra edukasi pengurangan sampah. Selain itu, produsen dapat melakukan upaya pengurangan sampah secara kolektif, contohnya melalui Asosiasi atau mitra dengan berbagai produsen. Dalam kerja sama atau kolaborasi, Produsen disarankan memiliki kontrak kerja sama, memastikan mitra memberikan bukti pelaksanaan yang dapat diverifikasi, dan melaporkan pelaksanaan sesuai dengan yang diamanatkan oleh PermenLHK No.P.75/2019.
Ya. Produsen dapat berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk mendukung upaya pengurangan sampah. KLHK dapat memfasilitasi komunikasi antara Produsen dan Pemerintah Daerah. Capaian pengurangan sampah pada sektor Jasa Makanan Minuman dan Ritel, terutama pada lokasi usaha ritel dan jasa makanan minuman, dapat diidentifikasi sebagai data pengurangan sampah pada Jakstrada.
Ya. Kolaborasi produsen dapat difasilitasi melalui asosiasi, dengan produsen memperhatikan pembagian capaian yang jelas untuk menghindari double counting.
Dalam berhubungan dengan sektor informal, Produsen harus memastikan bahwa sampah terkumpul dan dikelola dengan baik, termasuk pengumpulan dan traceability data sesuai dengan metode verifikasi KLHK. Jika Produsen bekerja sama dengan sektor informal, sebaiknya dilakukan pembinaan dan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas sektor informal dalam ekosistem sirkular ekonomi.
Produsen bertanggung jawab mengelola produk, wadah, dan kemasan, sementara kawasan komersial mendukung produsen dalam menjalankan tanggung jawab tersebut.
Berdasarkan PP 81/2012, PermenLHK No.P.75/2019 disusun dengan mengikuti pentahapan persepuluh tahun melalui peta jalan. Hal ini mengarah pada pelaksanaan pengurangan sampah oleh Produsen pada periode berikutnya, yang didasarkan pada monitoring dan evaluasi PermenLHK No.P.75/2019 dari tahun 2019 hingga 2029 (fase pertama). KLHK saat ini sedang menyusun kajian untuk pelaksanaan pengurangan sampah oleh Produsen setelah tahun 2029.
Lampiran Permen LHK P.75/2019 ada yang bersifat larangan dan direktif. Contoh direktif: recycled content 50%. Contoh larangan dari Pusat: larangan sedotan plastik per tahun 2030. Contoh larangan dari daerah: larangan kantong plastik gratis di Jakarta
Produsen dapat melaporkan hasil monitoring dan evaluasi upaya R1, R2, dan R3 melalui laporan capaian tahunan di aplikasi produsen.
Untuk melaporkan capaian pengurangan sampah, Produsen dapat menyampaikan laporannya melalui aplikasi kinerja produsen pada menu pelaporan, seperti pada saat mengerjakan Peta Jalan Pengurangan Sampah. Jika ada perubahan terhadap isi laporan, Produsen dapat meminta akses kepada administrator agar laporan dikembalikan sehingga Produsen dapat mengubah isi laporan. 
Sebagaimana panduan dalam penyusunan peta jalan pengurangan sampah, Produsen diminta untuk menyusun alur proses pengurangan sampah, misalnya pada proses pengumpulan dan penarikan kembali sampah produk, wadah dan kemasan untuk di daur ulang, maka pada pelaporan, Produsen diminta untuk memperbaharui alur proses pelaksanaan pendauran ulang sampah pada saat pelaporan dengan menyertakan nama mitra yang bekerja sama dengan Produsen. Selanjutnya, hal yang perlu disiapkan adalah laporan/bukti pelaksanaan kegiatan pengurangan sampah yang dilaksanakan bekerja sama dengan mitra (bank sampah, waste collector dan industri daur ulang), bukti ini berupa Surat Kontrak Kerja Sama, bukti pengumpulan atau serah terima/log book/manifest, foto, dll di setiap proses dari alur pengumpulan hingga daur ulang sampah produk, wadah dan/atau kemasan. Data dan informasi ini selanjutnya akan menjadi bahan laporan pengurangan sampah yang disampaikan melalui menu pelaporan pada aplikasi kinerja Produsen.
KLHK akan meninjau laporan pengurangan sampah yang disampaikan melalui aplikasi dan melakukan verifikasi lapangan. Untuk mengevaluasi kinerja pengurangan sampah oleh Produsen, KLHK akan membandingkan capaian data dengan target yang ditetapkan oleh produsen dan memberikan penilaian kinerja dalam bentuk Rapot dengan nilai indeks kinerja produsen dalam pengurangan sampah. Capaian akan dikategorikan sebagai: Baik, Cukup, Buruk.
1. Penghargaan
2. Publikasi penilaian kerja baik
3. Bentuk lainnya sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan ketentuan Peraturan Perundangan.

Lihat PermenLHK No.P.75/2019, Bab IV, Pasal 22, Ayat 2.

(1). Publikasi penilaian kinerja tidak baik, melalui media cetak dan elektronik. 

(2). Potensi sanksi administratif

Lihat PermenLHK No.P.75/2019, Bab IV, Pasal 22, Ayat 3.

Pemberian disinsentif mengacu pada hasil pengawasan dan/atau verifikasi yang dilakukan dengan bentuk publikasi kinerja tidak baik melalui media cetak dan elektronik dalam periode 2020-2029. Sementara itu, penerapan sanksi administrasi direncanakan akan dilakukan paska 2029 pada fase kedua peraturan (10 tahun berikutnya) atau dapat dipercepat sebelum 2029 jika diperlukan.
Dengan tujuan utama yang sama, yaitu membangun industri dan bisnis yang berkelanjutan yang tidak mencemari dan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan hidup dengan mensinergikan antara ekonomi (profit) dengan kesejahteraan masyarakat (people), dan pelestarian lingkungan (planet), maka PROPER dan Permen LHK P.75/2019 tentunya memiliki korelasi meskipun tidak langsung. Saat ini ada wacana untuk memasukan penaatan terhadap PermenLHK No.P.75/2019 menjadi salah satu kriteria penaatan (compliance) dalam PROPER.
Produsen manufaktur memiliki peran penting dalam pengelolaan sampah kemasan karena produk-produk yang dihasilkan seringkali menggunakan kemasan yang dapat menjadi sumber sampah yang signifikan.

Produsen manufaktur diharapkan dapat mengadopsi praktik kemasan ramah lingkungan. Misalnya: 
a) Mengurangi jumlah kemasan atau menggantinya dengan praktik refill, 
b) Menggunakan kemasan yang dapat didaur ulang atau terurai alami

Produsen manufaktur juga diharapkan bekerjasama dengan aktor lainnya dalam rantai pasok untuk pengelolaan sampah.

Lihat Lampiran I.1. pada PermenLHK No.P.75/2019.

Sektor manufaktur diwajibkan untuk memasukan seluruh jenis kemasan per produk yang digunakan baik kemasan primer, sekunder, maupun tersier. (Untuk lebih lengkap lihat 2.2)

Produsen perlu melakukan pelaporan timbulan kemasan per produk, namun produk dengan merek, jenis material kemasan, dan ukuran yang sama dapat dijadikan satu. Contoh: Roti A dengan kemasan PP sablon, berat 100 gram dengan rasa yang berbeda-beda dapat dijadikan 1 item dalam peta jalan pengurangan sampah

Hal itu merupakan capaian yang luar biasa (oustanding) yang dilakukan produsen meskipun secara praktik akan sulit terwujud. 
Produsen ritel diharapkan mengambil langkah-langkah untuk membatasi penggunaan kemasan sekali pakai dan plastik dalam operasional perusahaan.

Produsen ritel diharapkan dapat:
a. Membatasi suplai produk dengan kemasan sekali pakai, maupun yang tidak dapat didaur ulang atau terurai alami
b. Menghentikan penggunaan kantong plastik sekali pakai, dengan alternatif tas belanja multi-pakai
c. Bekerjasama dengan manufaktur untuk mengumpulkan dan mengelola sampah kemasan di area ritel
d. Mendukung sistem refill untuk produk-produk tertentu agar mengurangi kemasan sekali pakai
e. Memberikan edukasi kepada penyewa (tenant) dan konsumen

Lihat lampiran I.B. pada PermenLHK No.P.75/2019.

Produsen ritel memiliki kewajiban untuk melakukan pengurangan sampah terutama terutama pembatasan dan penghentian penyediaan kantong belanja plastik sekali pakai. Sementra itu, produsen ritel yang memiliki produk dengan brand sendiri, wajib melakukan pengurangan sampah sebagaimana produsen manufaktur.

Jika produk merupakan milik brand owner manufaktur, hal ini akan menjadi capaian manufaktur. Jika produk tanpa merek ataupun milik produsen ritel, capaian ini akan menjadi milik ritel.
Pusat perbelanjaan bertanggung jawab menyusun peta jalan berdasarkan baseline yang dimiliki oleh para penyewa (tenants). Pusat perbelanjaan dapat mengecualikan penyewa yang sudah mengumpulkan peta jalan dari peta jalan pusat perbelanjaan tersebut. 

Pusat perbelanjaan juga perlu mendorong perubahan perilaku konsumen, termasuk sosialisasi materi informasi dan edukasi kepada pengunjung, menyediakan tempat sampah yang sudah dipilah, dan mengatur pengelolaan sampah di luar area penyewa atau area umum.
Contoh:
1. Penggunaan alat makan/minum pakai ulang untuk dine in
2. Pembatasan dan penghentian penggunaan alat makan/minum sekali pakai
3. Pembatasan dan penghentian pemberian kantong plastik sekali pakai untuk take away
4. Penyediaan wadah yang dapat diguna ulang untuk take away
5. Pemberian edukasi kepada konsumen, antara lain:
    a. Tidak menggunakan sedotan plastik
    b. Membawa wadah guna ulang 
    c. Menolak diberi alat makan/minum sekali pakai

Lihat selengkapnya di Lampiran I.B. pada dokumen PermenLHK No.P.75/2019.
Melakukan pengurangan sampah melalui kegiatan pembatasan timbulan sampah (R1) dengan tidak menyediakan alat makan/minum sekali pakai untuk dine in, termasuk sedotan plastik dan tidak menyediakan kantong plastik sekali pakai untuk take away.
Melakukan pengurangan sampah melalui kegiatan pemanfaatan kembali sampah (R3) dengan menyediakan alat makan/minum yang dapat diguna ulang untuk dine in.
Menghitung baseline jumlah timbulan sampah yang berasal dari produk, kemasan produk, dan/atau wadah yang diberikan kepada konsumen pada 2020.
Menghitung proyeksi jumlah timbulan sampah setiap tahun mulai 2021-2029 dan target pengurangan tahunannya.
Melakukan kampaye, edukasi, dan informasi (KIE).
Kewajiban hanya berlaku bagi pelaku usaha jasa makanan/minuman, tidak bagi pengelola apartemen dan gedung perkantoran.

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut:

Email

Tersedia Hari Senin - Minggu, Pukul 09.00 hingga 17.00 WIB

Kirim Email
Whatsapp Kami

Tersedia Hari Senin - Minggu, Pukul 09.00 hingga 17.00 WIB

Whatsapp Kami